“Rif”
“oi”
“jadi siapamu cewe yang tadi sore
kau bawa ke kontrakan?”
Waktu itu
malem jumat, saat salah seorang dari kawanan perompak memutuskan untuk nraktir
temen-temennya ngopi di warkop karena baru dapet rejeki dari proyek BUMN, sebut
saja namanya James, cara melafalkan nama tersebut bukan "jeims" kaya’ nama2 orang barat, tapi james aja biasa, je-a-ja,
em-e-me, es, jaa-mes. Yang dibahas malam itu adalah seputar isu nasional, teori
perubahan sosial, kemandirian pangan, kedaulatan energi, dan gosip tentang Kuma
dan Arif yang diduga lagi deketin cewe.
Kuma memang
terang-terangan bermesraan dengan bahasa dan untaian kata bersama anak muda di
sebuah situs jejaring sosial, tidak ada yang disembunyikan. Berbeda dengan
Arif, dia memiliki kisah yang tidak seorangpun tau kecuali orang2 yang udah
selesai baca tulisan ini. Arif adalah tokoh utama dalam cerita ini, pemuda yang
ganteee..ng banget (kata emaknya) ini sebenarnya memiliki latar belakang dari
keluarga yang taat beragama dan terdidik selama 6 tahun di pesantren, hanya
tingkahnya saja yang sedikit tidak mencerminkan hal tersebut.
“namanya idah,
itu temen gua waktu naek gunung semeru”
“kayanya dia
suka sama kau Rif”
“so’ tau
maneh”
“menurutmu dia
gimana”
“ya.. Idah
anak yang cantik”
“tembak lah”
“males” Arif
jawab santai, sambil ngupil.
“ga punya
nyali kau Rif”
“orang gua ga
mau pacaran ama Idah” masih ngupil, kali ini pake jempol.
“tadi katanya
menurutmu dia cantik”
“trus? masa’
semua cewe cantik harus gua tembak?”
Sebelumnya,
menjelang petang di hari yang sama, kawanan perompak itu berkumpul di kontrakan
Sule untuk ngebahas rencana jalan-jalan ke pantai Pangandaran, sekalian maen ke
rumah orangtua Sule di Ciamis. Arif yang baru beli motor dan jarang-jarang
keliatan jalan ama cewe, secara mengejutkan datang ke kontrakan memboncengi
seorang gadis dengan rok merah muda yang duduk menyamping layaknya bunga desa yang
indah dan santun. Sesampainya di kontrakan Sule yang isinya cuma ada
cowok-cowok jarang mandi dan berjiwa kurang sehat, Arif mempersilahkan Idah
untuk masuk ke kontrakan tersebut, Idah terdiam selama 3,47 detik, dan memasang
senyum kaku beserta tawa ringan yang agak dipaksakan sambil sedikit melirik sudut
antara pintu kontrakan dan sosok Arif, ekspresi malu-malu seperti itu kadang
memang menggemaskan. Jika kau membayangkan sosok perempuan yang menjaga agama
dan kehormatannya, seperti itulah Idah, Arif yang mengerti 1001 pertimbangan
yang sedang bergejolak di fikiran Idah untuk memasuki sarang penyamun tersebut
segera membersihkan tempat duduk yang ada di luar kontrakan kemudian
menawarkannya ke Idah, sebagai isarat agar Idah bisa menunggu di luar dulu
kalau belum berani masuk ke dalem.
“si Loli sama Udut
belom dateng Kum?” Arif menanyakan keberadaan 2 teman perempuannya yang lain yang
seharusnya sudah ikut kumpul pada jam tersebut.
“belum, ga tau
awak”
“jemput Kum,
tuh pake motor gua”
“asik kan awak
bisa nyobain motor barumu”
Totalnya ada 8
orang yang akan berangkat ke Pangandaran, 5 cowo 3 cewe, mereka semua adalah
teman seperguruan yang sudah saling mengenal dan belajar bersama selama lebih
dari 4 tahun di jurusan Ajblktpv Fakultas KeTuHanan, hanya Idah yang berasal
dari jurusan berbeda, hanya Arif yang mengenal Idah saat itu, Arif yang
mengajak Idah untuk ikut ke Pangandaran. Sebenernya bukan hanya Idah orang dari
luar jurusan Ajblktpv yang Arif ajak untuk ikut ke pangandaran, tapi cuma Idah
yang bisa ikut. James juga ga bisa ikut, karena hari senin harus berangkat ke
Belitung untuk membangun hutan tanaman, acara ngopi malem jum’at itu sebenarnya
bisa jadi adalah momen ngopi bareng James yang terakhir, tapi ga ada satupun
yang berfikiran seperti itu, karena ga ada satupun yang mengharapkan itu.
Garis takdir
rupanya memang sejak awal menuliskan bahwa hanya 8 orang yang akan berangkat ke
Pangandaran. Mereka adalah Arif, Kuma, Sule, Jebri, Gace, Loli, Udut, dan Idah.
Paragraf ini akan menjelaskan siapa mereka. Pertama Arif, tadi sudah di
jelaskan, kedua Kuma, yang ini ga
penting untuk dijelaskan, kemudian Sule, Jebri, Gace, Loli, dan Udut adalah
temennya Arif di jurusan Ajblktpv, udah cukup segitu aja deskripsinya. Terakhir
Idah, umur 22 tahun, tinggi 160 cm, berat badan 49 kg, ukuran sepatu 38, status
: berkeluarga (punya ade, kaka, mamah, papah, dll), TTL: Bogor 30 Februari
1990, nama aslinya Syahidah, entah apa yang difikirkan bapaknya waktu ia lahir,
gelar Syahid atau Syahidah itu kan buat orang meninggal, tapi yasudahlah, anak
dia ini.
Okeh, sampai
sini pasti pembaca berfikir ada sesuatu yang spesial antara Arif dan Idah.
P : qo tau siiih
? ..
Cih, itu karna
fikiran kalian terlalu mudah ditebak
P : tyus tyus..
lanjutin donk ..
Najis, alayy
banget si lo jadi pembaca
P :
biaa..llii..n.. ayo lanjutin celitanya..
Oke, gua
lanjutin, tapi sebelumnya ada sedikit klarifikasi yang harus gua utarakan, kalo
lo berfikir bahwa ada sesuatu yang spesial antara Arif dan Idah, anda SALAH !!,
dan satu kabar buruk lagi untuk kalian pembaca yang alay!! Blog ini
didedikasikan untuk menjelaskan INDONESIA dari dimensi kecilnya, setelah ini
gua akan lebih banyak bercerita tentang alam Pangandaran.
P : ih
iii...h,, tadi katanya Arif memiliki kisah yang tidak seorangpun tau kecuali
orang2 yang udah selesai baca tulisan ini ...
Iya.. gua tetep
harus menyelesaikan kisah itu.
P : masih ada
cinta cintaannya khaa..n?
Iye iye..
dasar orang indonesia !!
Lo liat citra
satelit di atas?
P : mana?
Diatas aku cuma ada genteng
Ck, diem aja
lah maneh centil !! nah, itu adalah pangandaran jika diliat dari satelit,
bagian utara yang pipih seperti leher itu terus memanjang sekitar 2 km hingga
terhubung dengan pulau Jawa dari laut selatan, di tepi kanan dan kiri bagian yang menyerupai leher tersebutlah
yang orang bilang pantai pangandaran, di bagian selatan yang tutupan hutannya
rapat adalah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pangandaran, sebenernya pantai
yang ada di dalem Taman Wisata Alam itu jauh lebih cantik daripada pantai di
bagian utara yang lebih banyak orang kunjungi, itulah destinasi “laskar ga’
kepikiran” dalam perjalanan ini. Nah, garis warna biru sama bendera-bendera
kecil yang ada tulisannya itu apa tebak?
01 Februari
2013
Sesuai
rencana, “laskar ga’ kepikiran” berangkat dari kampus jam 16.00, sebenernya agak
telat setengah jam, kalo masih setengah jam kami masih bisa bilang “agak
telat”. Dari Bogor ga ada bis yang langsung ke Ciamis, harus ke terminal Depok
dulu, kalo dari Depok ada bis jurusan Pangandaran malah, ongkosnya 63 rebu.
Mereka berangkat jam 16.00 supaya dapet bis yang berangkat jam 19.00 dari Depok
dan nyampe Pangandaran jam 05.00, dari terminal Pangandaran ke Cagar Alam kan
nyusur pantai tuh, enaknya jam segitu toh supaya sambil nyusur pantai ada sunrise yang menemani, hanya dengan
membayangkannya aja gua udah merinding bro. Menyusuri pantai 1 kilometer sambil
menikmati sunrise bro.. bareng cewe
bro.., cakep lagi #ups. Tapi sayang sekali saudara-saudara, kenyataannya jam 19.00
bocah-bocah ini masih ngajedog di
stasiun Bogor karena KRL ekonomi belum juga berangkat.
ZONK
!! ....
Na’as.. jam setengah
delapan-an baru nyampe stasiun Depok Baru, lo tau? Ini adalah stasiun yang
misterius, setelah turun dari kereta lo akan dihadapkan pada tangga yang akan
membawamu ke alam bawah tanah (biasa aja deh), setelah itu lo akan dihadapkan
pada kondisi dimana tidak ada pilihan lain kecuali belok kiri atau kanan
(sumpah biasa aja kali), Sule yang udah sering pulang ke Ciamis lewat sini
mengarahkan kawan kawannya untuk memilih kiri.. kemudian kanan.. kemudian
nyasar.. (anjis bikin malu siah), tapi emang dasar ga punya malu, kawanan
penyamun ini malah ketawa-ketawa girang sambil muter-muterin stasiun. Jika anda
membayangkan penyandang cacat mental berjalan mengangkang bersamaan dengan
tangan menekuk dan mata juling, itulah mereka. Terminal dan stasiun Depok Baru
itu sebelahan, jadi ga perlu naek angkot, yang anda perlukan hanya kulit muka
yang tebal untuk pura-pura ketawa kalo-kalo nyasar, dan ingat! Prinsip backpacker nomor 1: Jangan malu bertanya.
Bis akan berangkat
jam 20.00, bocah-bocah ini memilih tempat duduk dikomandoi oleh Kuma, Jebri dan
Sule, mereka mendesain tempat duduk sedemikian rupa sehingga Arif dan Idah
harus duduk berdua, Udut segera ngajak Loli untuk duduk sebelahan, Kuma ngajak
Gace, dan Sule ngajak Jebri. Arif yang terlambat menyadari skenario itu sukses masuk
perangkap secara telak, ga mungkin Arif memilih duduk sendiri karena itu
berarti membiarkan Idah sang gadis desa yang lugu itu duduk sendirian selama 10
jam, gimana kalo nanti kursi sebelah Idah diisi oleh om-om dari sindikat
penculik gadis desa yang sedang mencari nafkah? Dan akhirnya, Arif dan Idah
duduk bersebelahan, menghabiskan malam bersama, bercengkrama membagi cerita dan
tawa, mengenal satu sama lain lebih dekat lagi, dan.. lo fikir ini romantis? Dasar
pembaca alay!! Udah gua bilang bahwa Arif dan Idah hanya teman biasa, Arif udah
menjelaskan semuanya di warkop, pembicaraan antar pria di warkop adalah tentang
transparansi, temen-temennya yang ngeceng-cengin
mereka pada dasarnya faham akan hal itu, mereka cuma nyari hiburan aja
ngeledekin Arif dan Idah.
Ada
romance lain kah kaka..?
Kalo anda
pernah merasakan perjalanan 10 jam di dalam bis, berarti gua ga harus
ngejelasin bagian ini, kalo belum pernah.. euuh.. cobain aja lah, males gua
ceritainnya. Kursi di depan Loli dan Udut ternyata diisi oleh dua anak mungil
yang kaya’nya masih TK, dan kaya’nya kembar deh, namanya Ajeng dan Dimas, Ajeng
cewe Dimas cowo, dua-duanya sama-sama imut, Arif hampir tak kuasa menahan hasrat
pedofilnya yang memuncak, terutama pada Dimas (aih ngeri kali kaka). Dua anak
mungil ini senang sekali bercengkrama dengan Udut. Dalam kesehariannya Udut
memang orang yang biasa bersikap manis, kecuali pada cowok-cowok belangsakan
kayak kami-kami ini, anak kecil emang suka sama yang manis-manis, kalo ga
hati-hati Udut bisa aja ditelen sama mereka. lo tau kan? Bis AC tu kalo lagi
jalan malem lampunya dimatiin, tapi kalo berhenti pas ngisi bensin atau ada
penumpang turun maka lampunya dinyalain, nah setiap lampu menyala, dari dua
kursi di depan Udut selalu menyembul dua kepala kecil dan tawa polos-nya Ajeng
dan Dimas, dan selalu ada Udut yang membalas senyum mereka.
“haa..i, kok
ga tidur?” Udut lagi so’ imut tea gening
“udah tidur
tadi” Ajeng mewakili Dimas menjawab pertanyaan pertama, hadiahnya piring terbang,
Ajeng emang lebih aktif secara interpersonal dibandingkan Dimas.
“udah malem
tau’ anak kecil tuh harus tidu..r”
“udah tidur
tadi.. kalo sekarang ga mau tidur ga boleh dipaksa tau kaka” wuahahah,,Ajeng
menggurui Udut, kawanan perompak yang biasanya jilat-jilat golok pun dibuat
tertawa oleh tingkahnya.
Sementara itu,
Arif yang dari tadi duduk menekuk lutut dan menekan jantungnya sambil
mengontrol nafas yang tidak beraturan karena menahan hasrat pedofilnya mulai
masuk forum dan angkat bicara.
“Dimas, yang
tadi dimas panggil kaka tuh siapa?” Arif berbicara dengan mata memerah dan leher
terikat rantai yang ditarik sekuat tenaga oleh Kuma agar tidak lepas kendali.
“yang ini kaka
yang ini nenek” lagi-lagi Ajeng yang mewakili Dimas untuk menjawab pertanyaan
kedua, hadiahnya pencukur kumis, telunjuk Ajeng menunjuk ke Udut saat menyebut
kaka kemudian menunjuk Loli saat menyebut nenek. Lagi-lagi kawanan perompak
dibuat tertawa terbahak terpingkal terlanjur terserah teringgiling (naon sih?).
“emang
cantikan mana yang ini sama yang ini?” Arif melanjutkan dialog sambil nunjuk ke
kepala Loli dan Udut, kelihatannya pertanyaan ketiga ini cukup sulit, Ajeng dan
Dimas tidak menjawab dan kembali duduk menghadap kedepan, sekedar informasi,
Ajeng dan Dimas hanya bisa keliatan dari belakang kalo lagi berdiri, sehingga
ketika mereka duduk wajah imutnya tidak lagi terlihat karena terhalang sandaran
korsi. Arif sangat kecewa, sungguh kecewa, alasan baginya untuk tetap hidup
kini sirna seluruhnya, 0,73 detik sebelum Arif gantung diri, Ajeng dan dimas tiba-tiba
muncul kembali.
“kata Dimas,
cantikan yang ini” SELAMAT, ANDA MENDAPATKAN GRANDPRIZE.. TENGNONG TENGNONG
TENGNONG, pertanyaan terakhir terjawab, masing-masing dari mereka memperoleh
pensil mekanik !! luar biasa !! Ajeng selaku juru bicara dari Dimas menunjuk Udut
saat mengutarakan jawaban. Sangat kontradiktif dengan mainstream yang selama ini dianut oleh perompak-perompak dari
jurusan Ajblktpv. Loli sang primadona kampus, pujaan hati seluruh perompak di
dunia akherat, ternyata bukan apa-apa di mata Dimas? Ternyata keimutan wanita
tidak hanya terletak pada rupa, tapi juga prilakunya (Alanshary, 2013).
02 Februari
2013
Sekarang jam 04.30,
semua anggota “laskar ga kepikiran” sudah terlelap, kecuali Arif. Posisi bis saat
ini sudah di Ciamis, sedang mendekati terminal Banjarsari, sudah saatnya Ajeng
dan Dimas turun karena disanalah rumah mereka, lampu bis mulai dinyalakan,
dengan cepat Ajeng dan Dimas berdiri dan langsung menghadap ke belakang,
mengharap ada yang membalas senyum mereka, atau minimal ucapan “sampai ketemu
lagi”, tapi yang mereka dapati cuma kaka-kaka yang sedang terlelap. Lampu bis
menyala cukup lama sebelum sampai terminal Banjarsari, ibunya Dimas dan Ajeng
yang sudah selesai membereskan barang bawaannya menyuruh Ajeng dan Dimas untuk
ikut ke kursi bis paling depan untuk bersiap-siap turun, Ajeng dan Dimas yang
sedari tadi berdiri sambil menggenggam harap “mungkin si kaka akan bangun
sebentar lagi” tidak punya pilihan selain pergi tanpa memperoleh satupun kata
perpisahan dari si kaka.
Bis sampai di terminal
Pangandaran jam 06.00, dari terminal jalan 1 km menuju pantai barat
Pangandaran, tadinya mau lewat pantai timur, tapi dasar si Arif so’ tau,
mentang-mentang bawa GPS merek Garmin
E-trex, dia so’ mengomandani perjalanan eh nyampe-nyampe di pantai barat,
lagian percuma juga lewat pantai timur kalo udah jam segini mah, udah ga ada sunrise, seandainya bisa tiba di tempat
ini satu jam lebih cepat aja, pasti bisa dapet sunrise. Suasana saat itu puanas rek, ga kepikiran bakalan jadi kaya gini, ini semua gara-gara KRL
Ekonomi!! Kalo kereta berangkat sesuai jadwal (jam 18.30) ga bakal begini
jadinya, tapi yasudahlah, apa yang bisa lo harepin dari transportasi publik dengan
tiket seharga Rp 2000, pas di stasiun sebenernya Arif mengusulkan untuk naek
kereta commuter line aja yang
berangkat jam 17.30, tapi kawan-kawan lain memilih kereta ekonomi, supaya dapet
feel backpacker-annya. Batin kecil
Arif bertarung saat itu.
Batin kecil
Arif 1 : sadar Rif.. KRL ekonomi itu untuk operasionalnya menggunakan dana
subsidi yang bukan hak kita, bujuk teman-temanmu untuk naik commuter line aja
Batin kecil
Arif 2 : iya sadar rif.. betul kata si Batin kecil Arif 1.
Batin kecil
Arif 1 : oi, lo harusnya ga sependapat sama gua, kan lagi perang batin
ceritanya..
Batin kecil
Arif 2 : ........ oh maap, ga kepikiran sayah.
Dan.. sudah
2207 kata yang tertuang di tulisan ini ternyata, BAB III draft skripsi gua aja
baru 1850 kata. Fase yang benar-benar berbeda dari perjalanan ini baru akan dimulai,
tapi kayaknya mening gua beresin skripsi dulu aja. Bersambung dulu yee ..